DAKWAH ISLAM YANG RAMAH
Fenomena kekerasan yang mengtasnamakan agama dalam kehidupan masyarakat merupakan sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Islam sangat menentang cara-cara kekerasan dalam menyampaikan dakwah. Sebaliknya, Islam mengajarkan cara-cara yang damai dan ramah kepada umatnya dalam berhubungan dengan orang lain, termasuk dalam menyampaikan dakwah.
Dakwah adalah ikhitiar untuk mengajak orang lain menuju Allah dengan melakukan amar makruf nahi munkar (QS Ali Imran 3: 110). Tapi dakwah haruslah dilakukan dengan makruf, yang baik dan tidak merusak. Dakwah itu mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, membina bukan menghina, membela bukan mencela, dan mendidik bukan membidik.
Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan Nabi Muhammad dalam menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat adalah pribadi beliau yang lemah-lembut, santun dan menjauhi cara-cara kekerasan. Nabi Muhammad SAW hadir dalam panggung sejarah sosial yang penuh konflik dengan menampilkan pribadi yang lembut dan penuh belas-kasih bukan hanya kepada kawan, tetapi juga kepada orang yang memusuhi beliau. Allah berfirman: “Maka disebabkan rahmat (kasih sayang) Tuhanlah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, niscaya mereka menjauhkan diri dari sekitarmu”. (QS Ali Imran, 3: 159).
Sejarah mencatat, ketika Nabi diserang, disakiti, dilukai, dan diperlakukan secara kasar bahkan dengan kekerasan oleh masyarakat saat itu, Nabi tidak membalas perbuatan mereka. Di Thaif misalnya, ada sebuah peristiwa ketika Nabi berada dalam situasi yang sangat kritis. Nabi dikejar-kejar sejumlah orang yang akan membunuhnya. Mereka melempari Nabi dengan batu dan kotoran onta, hingga tubuhnya luka dan berdarah tak berdaya. Bukannya membalas serangan mereka, Nabi justru berdoa kepada Allah dan doanya mengguncang Arasy tempat para malaikat berkumpul. Jibril yang memimpin rombongan malaikat menemui Nabi dan menawarkan bantuan: “Wahai Nabi, jika engkau meminta kami untuk mencabut gunung-gunung, lalu menimpakannya kepada penduduk Thaif yang kurang ajar itu, apa yang engkau minta akan kami akan lalukan”. Nabi Muhammad menjawab dengan santun, “Bahkan jika mereka tidak mau beriman dan taat kepada Tuhan, aku masih tetap berharap akan ada anak-anak dan cucu-cucu mereka yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Biarkan saja mereka, karena mereka memang orang-orang yang tidak tahu; innallaha lam ya`atsniy tha`aanan walaa laaanan walakin ba`atsaniy daa`iyan warahmatan, ‘All?hummahdi qawm? fainnahum la ya’lam?n’ (Sungguh Allah tidak mengutusku untuk menjadi orang yang merusak dan bukan (pula) orang yang melaknat. Akan tetapi Allah mengutusku untuk menjadi penyeru dan pembawa rahmat. Wahai Tuhan, berilah petunjuk kepada mereka, karena mereka tidak tahu).” (HR Al Baihaqi)
Kemudian ada peristiwa lain terjadi 622 M ketika Nabi Muhammad bersama pasukannya berupaya kembali ke Makkah setelah hijrah selama delapan tahun di kota Madinah. Orang-orang Makkah yang merasa berbuat salah dengan mengusir Muhammad ke Madinah takut akan kemungkinan balas dendam yang mungkin menimpa mereka. Ketika memasuki Makkah, Nabi Muhammad berpidato “Sesungguhnya aku berkata seperti yang diucapkan Nabi Yusuf kepada saudara-saudaranya : Pada hari ini tidak ada celaan yang ditimpakan atas kalian: Tuhan akan mengampuni kalian, dan Dialah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS Yusuf 12: 92)
Bahkan ketika para sahabat meminta Rasulullah melaknat kaum musyrikin, Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku diutus bukan untuk menjadi pelaknat, tetapi aku diutus untuk menjadi rahmat.” (HR Muslim)
Untuk menebarkan Islam yang ramah dan santun paling tidak ada beberapa prinsip yang telah diajarkan oleh Allah :
1. Rasulullah diutus ke muka bumi sebagai rahmat bagi semesta. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS al-Anbiy?’, 21: 107)
2. Allah menyuruh hambanya menyeru kepada jalan Allah atau berdakwah dengan bijak, memberi nasihat yang baik, dan kalau harus berdebat hendaknya berdebat yang saling menghormati dan memuliakan. (QS An Nahl 16:126)
3. Dilarang memaki sesembahan orang lain. Allah berfirman, yang artinya: “Dan janganlah kamu mencaci-maki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan membabi buta tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhanlah mereka akan kembali, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS al-An’am, 6: 108).
4. Tidak ada paksaan dalam beragama. Berdakwah harus, tetapi dilarang memaksakan agama dan keyakinan kepada orang lain. (QS Al Baqarah 2 : 256)
Mari kita dakwahkan Islam yang ramah dan santun serta penuh cinta, agar kita bisa meneruskan misi besar Rasulullah diutus ke dunia untuk menebarkan rahmat bagi semesta. Stop melakukan kekerasan atas nama agama dengan tujuan dan alasan apa pun.